top of page
Writer's picturegunungyuk

JANGAN KATAKAN KALIMAT INI DI GUNUNG SALAK!


Saat itu, aku baru saja lulus SMA. Jiwa petualangku sedang liar-liarnya. Posisi sekolahku dulu yang berada di antara gunung gede dan gunung salak, seakan memanggil untuk mendakinya. Terlintas untuk mengisi kekosongan waktu libur untuk pendakian ke gunung salak yang banyak orang sering menjulukinya sebagai kecil kecil cabe rawit. Ditambah kesan horor karena beberapa tahun sebelumnya, tepatnya tahun 2012, ada pesawat sukhoi yang jatuh di gunung salak.

Tak butuh waktu yang lama untuk mengajak kawan-kawanku yang lain untuk mendaki bersama, alhasil terkumpul 12 orang yang terdiri dari 6 teman seangkatanku, 2 junior, dan 4 dari komunitas pendaki bogor. Bulan agustus awal tahun 2016, beberapa bulan setelah wisuda kelulusan SMA, kami berangkat bersama ke basecamp pendakian gunung salak. Demi mengejar waktu, tak butuh waktu lama setelah kami sarapan, kemudian dilanjut pendakian gunung salak mulai pukul 10.30 pagi. Benar kata kebanyakan orang, pendakian gunung salak yang memiliki ketinggian 2211 mdpl begitu berat. Jika dilihat dari ketinggiannya terasa tidak terlalu tinggi ketimbang gunung-gunung yang lain yang ada di Jawa Barat, tapi pendakiannya membutuhkan usaha yang lebih karena treknya yang sulit.

Pendakian kami ke puncak gunung salak hampir sepenuhnya ditemani hujan, tidak heran karena memang tipikal gunung yang berada di Jawa Barat memiliki keunikan iklim sendiri. Pendakian semakin terhambat karena trek gunung salak yang banyak berbentuk tanah dan akar pohon akan menjadi licin ketika terguyur hujan, kami berhati-hati selama perjalanan. Selang 3 jam perjalanan, kami bertemu dengan kelompok yang sedang memeluk temannya, sebagian temannya sedang memasak air panas dan makanan. Temannya mengalami hipotermia, mungkin karena guyuran hujan yang begitu deras dan kondisi pendaki yang kurang fit pada saat pendakian. Kami berhenti sejenak untuk membantu sedikit dengan memberikan bekal air hangat dan sebagian makanan yang kami punya. Tak lama setelah itu kami meneruskan perjalanan.

Hari mulai sore, sebagian dari kami masih bersemangat, sebagian lagi mulai kelelahan. Akhirnya kami terpecah menjadi 2 kelompok. Kelompok 1 terdiri dari 7 orang, satu lagi 5 orang. Kami sepakat untuk membagikan kebutuhan makanan, minuman, penerangan, dan alat masak. Aku berada di kelompok kedua yang berjumlah 5 orang, sengaja karena harus menemani kawan kami yang mulai kelelahan. Kelompok pertama memutuskan untuk meneruskan perjalanan, agar saat kelompok kami sampai di puncak, semua persiapan sudah tersedia, mulai dari tenda, makanan, dan minuman.

Tak terasa langit mulai gelap, hujan masih terasa rintik. Salah satu kawan kami kelelahan dan mulai mengeluh

“masih jauh ga sih ini?”

“engga kok, tadi kita udah ngelewatin pos terakhir sebelum puncak” jawabku

“oke kalo gitu”

Kami meneruskan perjalanan berlima dengan satu penerangan dan penerangan tambahan menggunakan telepon genggam. Kami sudah membagikan handy talky (HT) menjadi dua, satu di kelompok yang sudah di depan, dan satu lagi ada di kelompok kami, dan kebetulan HT yang ada di kami baterainya lemah dan kadang suka mati. Perjalanan begitu berat, dan salah satu kawanku mulai mengeluh kembali

“ini bener ga nih lewat jalan ini?”

Kami berempat tersentak, saling menatap satu sama lain dan tak berani untuk menjawab. Kami ingat sebelum pendakian ini, salah satu kawan kami dari komunitas pendaki bogor mengatakan agar tidak bertanya setelah pos terakhir di gunung salak. Kami sudah melewati pos terakhir sebelum puncak, dan salah satu kawan kami mungkin lupa dan akhirnya mengeluarkan kalimat yang seharusnya tidak diucapkan. Kami sepakat untuk diam, tapi kawan kami bertanya kembali untuk memastikan. Akhirnya, salah satu dari kami menjawab dengan pelan

“iya he eh”

Entah kenapa perjalanan kami setelah kejadian itu terasa semakin lama, padahal kita sudah berjalan lebih dari satu jam dari pos terakhir puncak gunung salak. Salah satu kawan kami sengaja meletakkan bungkus mie di salah satu pohon sebagai tanda kalau kita sudah melewati tempat itu, karena kawan kami merasakan hal yang ganjil setelah kejadian kawan kami menanyakan hal yang harusnya tidak ditanyakan di pendakian ini. Kami melanjutkan perjalanan dengan perasaan was-was.

“ya halo udah dimana?” suara handy talky berbunyi

Kami kembali tersentak. Mana mungkin HT yang baterainya sudah mulai habis ini bisa menyala kembali. Kami berlima hanya bisa diam tanpa suara. Ah mungkin kebetulan saja ada sinyal menurut kami. Tapi tak lama setelah itu, HT kembali berbunyi tapi dengan orang yang berbeda

“bagian depan gerbang aman pak, ganti” kata seseorang di HT

Kami bingung kenapa bisa tersambung ke frekuensi yang bukan kawan kami, padahal sebelumnya sudah kami atur agar HT yang kami pegang satu frekuensi dengan HT yang kawan kami di kelompok lain pegang. Kami hanya bisa diam, dan mulai menyebut dalam hati.

Setapak demi setapak kami lewati, kawan kami mulai merasa ganjil kembali. Apa yang kawan kami letakkan tadi di salah satu pohon itu kami lewati lagi. Kawanku yang meletakkan bungkus mie itu mencolek saya, ya saya paham apa yang kawanku maksud, aku pun mengangguk. Tak lama setelah kejadian itu, hal itu pun terjadi lagi untuk kedua kalinya. Kami merinding ketakutan. Turun kembali ke basecampe terlalu jauh, sedangkan kawan kami yang di kelompok lain rasanya sudah sampai ke puncak. Tak ada pilihan lain selain melanjutkan pendakian ke puncak. Kami sepakat untuk diam dan tidak berbicara selama pendakian menuju ke puncak. Selang 30 menit setelah itu akhirnya kami sampai di puncak dan disambut kawan kami yang sudah membangun tenda dan mempersiapkan makanan dan minuman hangat untuk kami.

Kami sampai di puncak sekitar pukul 19.00 malam, lama pendakian kami sekitar 8,5 jam. Terhitung lama untuk pendakian gunung setinggi 2211mdpl, tapi normal jika mengetahui betapa sulitnya trek pendakian gunung salak, apalagi ditambah guyuran hujan. Esoknya kami pulang siang hari, dan hanya butuh 3 jam untuk turun sampai ke basecamp. Pendakian gunung salak memang selalu terkenang karena kejadian kejadian di atas. Buat yang penasaran, jangan ragu untuk mencoba pendakian gunung salak si kecil kecil cabe rawit

5 views0 comments

Comments


bottom of page